EKSTRAKSI DAN PENGERINGAN BENIH
EKSTRAKSI DAN
PENGERINGAN BENIH
Lia
Febriana 1)
201410200311051
Program Studi Agroteknologi, Fakultas Pertanian dan
Peternakan
Universitas Muhammadiyah Malang
Abstrac
Ekstraksi
benih yaitu proses pengeluaran benih dari buah, polong, atau bahan pembungkus
benih lainnya. Metode ekstraksi benih dari buah ditentukan oleh karakteristik
dari buah. Proses ekstraksi benih dapat berupa kegiatan-kegiatan pelunakan dan
pelepasan daging buah, pengeringan, pemisahan, penggoncangan, perontokan,
pembuangan sayap, dan pembersihan. Ekstraksi benih terdapat dua cara yaitu cara
kering dan cara basah. Praktikum ini menggunakan metode ekstraksi kering pada
benih sirsak dan cabai. Ekstraksi basah secara fermentasi dna kimia pada benih
melon dan tomat. Ekstraksi kering, kadar air benih sirsak presentase kadar air
sebesar 24,5% yang lebih sedikit dibanding benih cabai yaitu 36,6%. Ekstraksi
basah secara kimia, benih melon memiliki presentase kadar air sebesar 34% lebih
kecil dibandingkan dengan presentase kadar air benih tomat 57,5% ataupun
dibandingkan dengan ekstraksi basah benih melon secara fermentasi yaitu 92,37%.
Sedangkan benih Tomat secara kimia
memiliki nilai lebih besar jika dibandingkan dengan benih tomat diekstrasi
basah secara fermentasi yaitu 43,9%.
Kata
kunci : ekstraksi, pengeringan dan benih
PENDAHULUAN
Ekstraksi benih
yaitu proses pengeluaran benih dari buah, polong, atau bahan pembungkus benih
lainnya. Metode ekstraksi benih dari buah ditentukan oleh karakteristik dari
buah. Proses ekstraksi benih dapat berupa kegiatan-kegiatan pelunakan dan
pelepasan daging buah, pengeringan, pemisahan, penggoncangan, perontokan,
pembuangan sayap, dan pembersihan. Tujuan dari ekstraksi benih adalah
menghasilkan benih yang mempunyai viabilitas maksimum. Metode ekstraksi benih
akan sangat mempengaruhi mutu benih yang dihasilkan [11].
Ekstraksi benih
terdapat dua cara yaitu cara kering dan cara basah. Pada cara kering, benih
dikeluarkan dengan mengeringkan buah dengan menggunakan alat pengering (seed
drier) atau dengan cara dijemur di bawah sinar matahari. Sedangkan cara basah
yaitu menggunakan cara perendaman benih dengan air untuk menghilangkan daging
buah yang menempel pada benih. Sementara itu, seleksi/sortasi benih dilakukan
dengan memilih penampilan benih yang baik, tidak keriput, keras, dan sudah
masak, baik secara fisik maupun fisiologis[4].
Metode sortasi
merupakan salah satu cara untuk meningkatkan viabilitas benih [12]. Salah satu cara
untuk mendapatkan benih yang berkualitas baik yaitu dengan cara menyeleksi
benih berdasarkan berat atau ukuran benih [9] . Sortasi benih dapat dilakukan dengan
menggunakan ayakan/mesh dan seed gravity table [8]. Sortasi benih
dilakukan dengan memisahkan antara benih yang baik dengan benih yang jelek
serta dari kotoran lainnya. Tujuan sortasi adalah untuk meningkatkan dan
menjaga kemurnian benih [2]. Sortasi benih
dapat dilakukan berdasarkan pada sifat-sifat morfologi atau fisiologi benih,
misalnya dimensi (kecil, sedang, dan besar) atau berat benih[9].
Sortasi benih
meliputi kegiatan pemilahan fraksi berdasarkan karakteristik fisik (kadar air,
bentuk, ukuran, berat, jenis, tekstur, warna, benda asing/kotoran),
karakteristik kimia (komposisi bahan, bau), serta kondisi biologis (jenis
kerusakan oleh serangga, jumlah mikroba, dan daya tumbuh khusus untuk benih).
Sortasi secara umum bertujuan untuk menentukan klasifikasi komoditas tertentu
berdasarkan mutu sejenis yang terdapat dalam komoditas itu sendiri[1] .
METODE PRAKTIKUM
Tempat dan Waktu
Praktikum
Praktikum
dilaksanakan pada tanggal. Tempat pelaksanaan dilakukan di laboratorium
agronomi Fakultas Pertanian dan Peternakan. Universitas Muhammadiyah Malang.
Bahan
dan Alat
Praktikum
ekstraksi dan pengeringan benih ini menggunakan beberapa bahan yaitu benih
melon, benih tomat, benih cabe, benih sirsak, air aquades, HCL/KNO3. Sedangkan
alat yang digunakan adalah pisau, cawan petri, timbangan analitik, saringan,
kantong plastik, kertas, gelas ukur.
Prosedur
Praktikum
Praktikum
ekstraksi dan pengeringan benih ini terbagi beberapa tahap yaitu ekstrasi
kering dan ekstraksi basah. Metode yang digunakan pada ekstrasi kering adalah
mengeringkan benih selama 7 hari namun sebelumnya ditimbang berat basah dan
berat kering benih. Pada ekstraksi benih basah terbagi menjadi dua cara yaitu
secara kimia dan fermentasi. Secara kimia , benih yang diambil ditiriskan dan
ditimbang berat basahnya. Selanjutnya benih di rendam menggunakan HCl5%,KNO3
selama 30 menit setelah itu dicuci dan dikeringanginkan selama 3 hari kemudian
di timbang berat keringnya.Secara fermentasi, benih yang telah di cuci dan
ditimbang berat basahnya kemudian di rendam pada 100 ml air selama 7 hari
didalam kantong plastik. Setelah itu dicuci dan dikeringanginkan selama 3 hari
dan ditimbang berat keringnya.
HASIL DAN
PEMBAHASAN
Praktikum ekstraksi dan pengeringan benih
ini didapatkan hasil kadar air beih berdasarkan penimbangan berat basah dan
berat kering benih.
Tabel 1. Hasil
perhitungan kadar air benih
Ulangan
|
Ektraski
Basah
|
Ekstraksi
Kering
|
||||||||||
Kimia
|
Fermentasi
|
Cabai
|
Sirsak
|
|||||||||
Melon
|
Tomat
|
Melon
|
Tomat
|
BB
|
BK
|
BB
|
BK
|
|||||
BB
|
BK
|
BB
|
BK
|
BB
|
BK
|
BB
|
BK
|
|||||
U1
|
0,792
|
0,553
|
0,314
|
0,147
|
0,784
|
0,556
|
0,257
|
0,151
|
0,231
|
0,153
|
7,732
|
6,084
|
U2
|
0,805
|
0,575
|
0,047
|
0,02
|
0,732
|
0,541
|
0,047
|
0,030
|
0,115
|
0,077
|
8,106
|
6,383
|
U3
|
0,606
|
0,422
|
0,034
|
0,02
|
0,603
|
0,414
|
0,035
|
0,018
|
0,113
|
0,075
|
6,902
|
5,096
|
U4
|
0,247
|
0,112
|
0,059
|
0,010
|
0,338
|
0,209
|
0,026
|
0,015
|
0,168
|
0,108
|
8,349
|
6,135
|
U5
|
0,588
|
0,34
|
0,103
|
0,038
|
0,625
|
0,420
|
0,046
|
0,017
|
0,137
|
0,072
|
5,38
|
3,825
|
Rata-Rata
|
0,608
|
0,400
|
0,111
|
0,047
|
0,616
|
0,428
|
0,082
|
0,046
|
0,153
|
0,097
|
7,294
|
5,505
|
Kadar
Air
|
34
%
|
57,5
%
|
92,
37 %
|
43,
9 %
|
36,6
%
|
24,5
%
|
Berdasarkan hasil kadar air yang
didapatkan bahwa pada ekstraksi kering benih sirsak memiliki presentase kadar
air sebesar 24,5% yang lebih sedikit dibanding benih cabai yaitu 36,6%. Semakin
rendah kadar airnya maka semakin tinggi daya berkecambahnya. Nilai daya
berkecambah tertinggi diperoleh pada ukuran dan berat benih yang paling besar.
Semakin besar ukuran dan berat benih akan menghasilkan nilai daya berkecambah
yang cenderung semakin meningkat. Berat dan ukuran benih yang besar mempunyai
vigor lebih baik dibandingkan benih yang kecil. Menurut [5], ukuran benih
berkorelasi dengan viabilitas dan vigor benih, dimana benih yang berat
cenderung mempunyai vigor yang lebih baik [6]. Ukuran benih dalam bentuk berat dan
ukuran dimensi yang lebih besar lebih banyak dipilih[1] karena umumnya
berhubungan dengan daya berkecambah yang lebih baik [5].
Adanya dugaan bahwa benih berukuran besar
memberikan keuntungan fisiologis karena persediaan cadangan makanan yang lebih
mencukupi untuk perkecambahan benih. Diharapkan dengan adanya klasifikasi
ukuran benih akan memperbaiki kualitas fisiologis lot benih yang dapat menjamin
perkecambahan dan pertumbuhan bibit lebih baik. Adanya variasi berat dan ukuran
benih tersebut dipengaruhi oleh faktor keturunan (genetik) dari pohon induk
atau sumber benih dan faktor lingkungan. Benih yang berasal dari pohon induk
atau sumber benih yang berbeda dapat mempunyai keragaman berat dan ukuran benih
serta mempunyai respons yang berbeda pula terhadap daya berkecambah dan vigor
benih, sehingga antara lot-lot benih dalam satu jenis yang berbeda pohon induk
atau provenannya dapat berkorelasi atau tidak berkorelasi dengan daya
berkecambah dan vigor benih [7]. Selain itu,
kondisi lingkungan tempat tumbuh (letak geografis, iklim, tanah, ketinggian)
dimana pohon induk tersebut tumbuh juga berpengaruh [5] .
Ekstraksi basah secara kimia, benih melon
memiliki presentase kadar air sebesar 34% lebih kecil dibandingkan dengan
presentase kadar air benih tomat 57,5% ataupun dibandingkan dengan ekstraksi
basah benih melon secara fermentasi yaitu 92,37%. Benih melon merupakan benih intermediate,
yaitu benih yang memiliki kadar air rendah dan dalam penyimpanannya membutuhkan
suhu tinggi. Sedangkan benih tomat secara kimia memiliki nilai lebih besar jika
dibandingkan dengan benih tomat diekstrasi basah secara fermentasi yaitu 43,9%.
Kulit buah tomat memiliki kandungan likopen tertinggi, yaitu sebesar 37% dari
total buah atau 3-6 kali lipat lebih tinggi dibandingkan dengan cairan buah
tomat. Lendir tersebut menyelimuti biji dan menyumbat lubang perkecambahan pada
biji tomat, sehingga harus dihilangkan. Hal ini dapat disebut dormansi fisik.
Dormansi fisik yang disebabkan oleh pembatasan struktural terhadap
perkecambahan biji, seperti kulit biji yang keras dan kedap sehingga menjadi
penghalang mekanis terhadap masuknya air atau gas-gas ke dalam benih tanaman [10]. Adapun beberapa
cara yang dapat digunakan untuk menghilangkan inhibitor tersebut, diantaranya
pencucian benih dengan air hingga semua zat penghambat hilang, fermentasi
selama 24 jam memberikan hasil lebih nyata dari pada metode kimiawi dengan menggunakan larutan HCl selama 2 jam [3].
KESIMPULAN
Kesimpulan yang dari praktikum ekstrasi
dan pengeringan benih adalah ekstraksi benih dipengaruhi oleh besar dan
kecilnya dari benih tersebut, pada benih tomat ekstraksi fermentasi lebih bagus
digunakan karena sifat air yang dapat menghilangkan zat inhibitor pada benih
tomat.
DAFTAR PUSTAKA
[1]Anugrahandy
A, Argo BD, Susilo B. 2013. Perancangan alat sortasi otomatis buah apel
manalagi (Malus sylvestris Mill) menggunakan Mikrokontroler AVR ATMega 16.
Jurnal Keteknikan Pertanian Tropis dan Biosistem 1 (1): 1-9.
[2]Bramasto
Y. 2008. Teknik penanganan benih tanaman hutan hasil panen. Mitra Hutan Tanaman
3 (3): 131-140.
[3]Prasetya
Widdi dkk. 2017. Pengaruh Teknik Ekstraksi Dan Varietas Terhadap Viabilitas
Benih Tomat (Lycopersicum esculentum L.) dalam jurnal Produksi Tanaman vol 5
nomor 2.
[4]Rohandi
A, Widyani N. 2007. Pengaruh tingkat devigorasi dan kerapatan benih krasikarpa
terhadap pertumbuhan semainya. Jurnal Penelitian Hutan Tanaman 4 (1): 13-26.
[5]Schmidt
L. 2000. Pedoman penanganan benih tanaman hutan tropis dan subtropis.
Direktorat Jenderal Rehabilitasi Lahan dan Perhutanan Sosial – Indonesia Forest
Seed Project. PT. Gramedia, Jakarta.
[6]Sorensen
FC, Campbell RK. 1993. Seed weight-seedling size correlation in Coastal Douglas
fir: Genetic and environmental components. Canadian Journal of Forest Research
23 (2): 275-285.
[7]Sudrajat
DJ, Haryadi H. 2006. Berat dan ukuran sebagai tolok ukur dalam proses sortasi
dan seleksi benih tanaman hutan. Info Benih 2 (1): 45-51.
[8]Suita
E. 2010. Seleksi dan pendugaan umur simpan benih tanaman hutan penghasil kayu
energi jenis weru (Albizia procera) dan pilang (Acacia leucophloea). Prosiding
Workshop Sintesa Hasil Penelitian Hutan Tanaman. Pusat Litbang Peningkatan
Produktivitas Hutan, Bogor, 1 Desember 2010.
[9]Suita
E. 2013. Pengaruh sortasi benih terhadap viabilitas dan pertumbuhan bibit akor
(Acacia auriculiformis). Jurnal Perbenihan Tanaman Hutan 1 (2): 83-91.
[10]Sutopo,
L. 2012. Teknologi Benih (Edisi Revisi). PT Raja Grafindo Persada. Jakarta.
[11]Yuniarti
Naning. 2016. Penentuan metode ekstraksi dan sortasi terbaik untuk benih
mangium (Acacia mangium) dalam jurnal
PROS SEM NAS MASY BIODIV INDON vol 2 nomor 1 hal 32-36.
[12]Zanzibar
M. 2008. Metode sortasi dengan perendaman dalam H2O dan hubungan antara daya
berkecambah dan nilai konduktivitas pada benih tusam (Pinus merkusii Jungh Et
De Vriese). Jurnal Standardisasi 10 (2): 86-92.
Komentar
Posting Komentar