JUrnal Produksi Benih
IMBIBISI
PADA PERKECAMBAHAN BENIH HIDUP DAN BENIH MATI
Imbibition On The
Germination Of Live Seeds and Seeds Off
Oleh/By:
Nur
Milatussaidah
201410200311125
Jurusan
Agroteknologi Fakultas Pertanian Peternakan Universitas Muhammadiyah Malang
Telp.
(0341) 464318 Fax: +62 341 460782
ABSTRAK
Imbibisi
adalah tahap pertama yang sangat penting karena menyebabkan peningkatan
kandungan air benih yang diperlukan untuk memicu perubahan biokimiawi dalam
benih sehingga benih berkecambah. Jika proses ini terhambat maka perkecambahan
juga akan terhambat. Tujuan dari praktikum ini adalah untuk mengetahui peran
penting imbibisi pada perkecambahan benih jagung (Zea mays)dan benih kacang tanah (Arachis hypogaea). Langkah pertama yang dilakukan, yaitu mengoven
benih jagung dan benih kacang tanah selama 24 jam. Setelah itu merendam benih
dengan aquades selama 1 jam. Selain benih yang dioven, kegiatan tersebut juga
dilakukan pada benih yang tidak dioven. Setelah benih direndam, benih tersebut
dikeringkan menggunakan tisu dan ditimbang dengan timbangan analitik. diketahui
bahwa pada benih jagung di setiap ulangan benih hidup dan mati menghasilkan
peningkatan berat yang berbeda meskipun sesame benih hidup terdapat berat yang
sangat meningkat dan juga terdapat berat yang meningkatnya hanya sedikit.
Meskipun benih mati tapi juga terdapat peningkata berat yang sangat meningkat
dibandingkan dengan beberapa benih yang hidup. Hal ini diketahui bahwa benih jagung
tersebut mengalami imbibisi. Karena berat awal dari setiap benih mengalami
perubahan atau peningkatan.
Kata kunci: Imbibisi
PENDAHULUAN
Dalam
budidaya tanaman, benih menjadi salah satu faktor terpenting yang menjadi
penentu keberhasilan. Benih atau biji merupakan hasil dari fase generatif
tanaman yang dapat digunakan sebagai bahan tanam untuk generasi berikutnya.
Untuk mendapatkan tanaman dewasa yang sempurna, benih tersebut harus melalui
proses perkecambahan. Perkecambahan adalah muncul dan berkembangnya struktur
terpenting dari embrio serta menunjukkan kemampuan untuk berkembang menjadi
tanaman normal pada keadaan alam yang menguntungkan. Proses perkecambahan benih
dipengaruhi oleh faktor genetik dan faktor lingkungan. Faktor genetik yang
berpengaruh adalah susunan kimiawi benih, kadar air benih, kegiatan enzim dalam
benih serta legiatan fisik dan biokimiawi dari kulit benih. Sedangkan faktor
lingkungan yang sangat berpengaruh adalah air, cahaya, gas, suhu, dan oksigen.
Air merupakan faktor yang sangat berperan dalam perkecambahan benih. Dua faktor
penting yang mempengaruhi penyerapan air oleh benih adalah kulit pelindung biji
dan jumlah air yang tersedia pada medium disekitarnya. Banyaknya air yang
diperlukan bervariasi tergantung pada jenis benih. Tetapi umumnya tidak
melampaui dua atau tiga kali dari berat keringnya.
Imbibisi
adalah tahap pertama yang sangat penting karena menyebabkan peningkatan
kandungan air benih yang diperlukan untuk memicu perubahan biokimiawi dalam
benih sehingga benih berkecambah (Asiedu et al., 2000). Jika proses ini
terhambat maka perkecambahan juga akan terhambat. Kulit benih adalah struktur penting sebagai suatu
pelindung antara embrio danlingkungan di luar benih, mempengaruhi
penyerapanair, pertukaran gas dan bertindak sebagai penghambat mekanis dan
mencegah keluarnya zat penghambat dari embrio (Miao et al, 2001). Dormansi yang
disebabkan oleh kulit benih dapat terjadi karena adanya komponen penyusun benih
baik yang bersifat fisik dan atau kimia. Semakin tua benih aren ternyata semakin
rendah permeabilitasnya terhadap air meskipun kadar airnya semakin menurun
sehingga ketika dikecambahkan proses imbibisi benih aren berlangsung sangat
lambat. Diduga hal tersebut disebabkan oleh struktur benih aren yang bersifat
menghambat masuknya air ke dalam benih (Morris, 2000).
Terhambatnya
imbibisi menyebabkan perkecambahan benih berlangsung cukup lama dan saat perkecambahan
tidak serentak. Kulit biji pada tumbuhan berbiji tertutup (Angiospermae) terdiri dari dua lapisan, yaitu lapisan kulit luar (testa) dan lapisan kulit dalam (tegmen). Lapisan kulif luar biasanya
kuat dengan permukaan yang bervariasi, sedangkan lapisan kulit dalam bersifat
seperti selaput dan sering kali juga disebut kulit ari. Pada tumbuhan berbiji terbuka
(Gymnospermae), ada tiga lapisan kulit
biji, yaitu kulit luar (sarcotesta),
kulit tengah (sclerotesta) dan kulit
dalam (endotesta). Kulit luar
biasanya tebal berdaging berwarna hijau saat masih muda dan akan menjadi kuning
dan akhirnya merah. Kulit tengah merupakan lapisan yang kuat, keras dan
berkayu. Kulit dalam umumnya tipis seperti selaput dan seringkali melekat pada
inti biji (Tjitrosoepomo, 2009; Nugroho et ai.,2010).
Tujuan
dari praktikum ini adalah untuk mengetahui peran penting imbibisi pada
perkecambahan benih jagung (Zea mays)dan
benih kacang tanah (Arachis hypogaea).
BAHAN DAN METODE
Tempat dan Waktu Penelitian
praktikum
dilakukan di Laboratorium Agroteknologi Universitas Muhammadiyah Malang pada
hari Rabu tanggal 08 November 2017.
Bahan dan Alat
Bahan-bahan yang
digunakan dalam praktikum ini adalah benih jagung (Zea mays), benih kacang tanah (Arachis
hypogaea) dan aquades. Sedangkan alat-alat yang digunakan adalah pisau,
cawan petri, timbangan analitik, oven, tisu dan kamera.
PROSEDUR PRAKTIKUM
Tahapan Kegiatan
Langkah
pertama yang dilakukan dalam praktikum ini, yaitu mengoven benih jagung dan
benih kacang tanah selama 24 jam. Setelah itu merendam benih dengan aquades
selama 1 jam. Selain benih yang dioven, kegiatan tersebut juga dilakukan pada
benih yang tidak dioven. Setelah benih direndam, benih tersebut dikeringkan
menggunakan tisu dan ditimbang dengan timbangan analitik.
HASIL DAN
PEMBAHASAN
Imbibisi
adalah penyerapan air (absorpsi) oleh benda-benda yang padat (solid) atau agak
padat (semi solid) karena benda-benda tersebut mempunyai zat penyusun dari
bahan yang berupa koloid. Imbibisi berfungsi sebagai laju perkecambahan pada
benih. Jika benih tidak dapat melakukan imbibisi maka laju perkecambahan benih
akan terhambat. Salah satu faktor yang dapat mempercepat laju perkecambahan
benih adalah terjadinya imbibisi pada benih, karena dengan adanya imbibisi laju
metabolisme pada benih akan berjalan dengan lancar. Biji yang kering atau biji
yang mati masih dapat melakukan imbibisi namun tidak dapat memperlancar laju
metabolisme pada benih, sehingga biji hanya akan menggelembung.
Tabel
1. Hasil Pengamatan Imbibisi Pada Benih Hidup dan Benih Mati
Spesies
|
Ulangan
|
Perlakuan
|
Berat awal (g)
|
Berat Setelah
Perlakuan (%)
|
% Peningkatan
|
Jagung
|
U1
|
Benih
mati
|
2.851
|
3.253
|
14.1%
|
Benih
hidup
|
2.810
|
3.110
|
8.3%
|
||
U2
|
Benih
mati
|
2.110
|
3.460
|
35%
|
|
Benih
hidup
|
3.384
|
3.580
|
47%
|
||
U3
|
Benih
mati
|
3.130
|
3.600
|
15.61%
|
|
Benih
hidup
|
3.557
|
3.670
|
3.100%
|
||
U4
|
Benih
mati
|
3.057
|
3.192
|
4.4%
|
|
Benih
hidup
|
2.897
|
3.124
|
8.09%
|
||
U5
|
Benih
mati
|
2.793
|
2.920
|
4.5%
|
|
Benih
hidup
|
4.021
|
4.422
|
0.97%
|
||
Kacang tanah
|
U1
|
Benih
mati
|
3.285
|
3.673
|
11.81%
|
Benih
hidup
|
3.837
|
4.246
|
10.6%
|
||
U2
|
Benih
mati
|
3.285
|
3.253
|
0.97%
|
|
Benih
hidup
|
3.100
|
3.522
|
42%
|
||
U3
|
Benih
mati
|
3.235
|
3.253
|
0.97%
|
|
Benih
hidup
|
3.557
|
3.322
|
12.2%
|
||
U4
|
Benih
mati
|
3.285
|
3.253
|
0.97%
|
|
Benih
hidup
|
3.825
|
4.515
|
18.04%
|
||
U5
|
Benih
mati
|
3.285
|
3.353
|
0.97%
|
|
Benih
hidup
|
3.809
|
4.617
|
21.2%
|
Hasil dari
praktikum pada tabel 1 diketahui bahwa pada benih jagung di setiap ulangan
benih hidup dan mati menghasilkan peningkatan berat yang berbeda meskipun
sesame benih hidup terdapat berat yang sangat meningkat dan juga terdapat berat
yang meningkatnya hanya sedikit. Meskipun benih mati tapi juga terdapat
peningkata berat yang sangat meningkat dibandingkan dengan beberapa benih yang
hidup. Hal ini diketahui bahwa benih jagung tersebut mengalami imbibisi. Karena
berat awal dari setiap benih mengalami perubahan atau peningkatan. Begitu pula
dengan benih kacang tanah terjadi peningkatan berat benih yang naik turun.
Meskipun benih yang di uji benih mati, namun berat yang dimiliki cukup tinggi
dibandingkan dengan berat benih kacang tanah yang hidup. Hasil dari tabel 1
diketahui bahwa meskipun benih mati, akan tetapi benih tersebut dapat melakukan
proses imbibisi dengan cukup baik. Walaupun dalam biji kering terdapat
aktivitas enzim, imbibisi air dalam biji mampu menaikkan aktivitas enzim.
Perubahan-perubahan permulaan sebagian besar adalah katabolisme pati, lemak,
dan protein yang telah disimpan akan dihidrolisis menjadi zat yang lebih mudah
termobilisasi, gula, asam-asam lemak, dan asam-asam amino yang dapat diangkut
ke bagian-bagian embrio yang yang tumbuh aktif.
Penyebab dari
berbedanya berat dari setiap benih hidup dapat dimungkinkan karena benih yang
terndam air luasnya tidak sama seperti pernyataan dari Dhanda (2004) bahwa
faktor yang mempengaruhi proses imbibisi adalah permeabilitas membran benih,
konsentrasi air, tekanan hidrostatik, luas permukaan biji yang kontak dengan
air, varietas, tingkat kemasakan, komposisi kimia dan umur. Air yang masuk kedalam biji (imbibisi) akan
mengaktifkan enzim-enzim yang ada di dalam biji, yang sangat membantu dalam
proses pembentukan energi yang ditransfer ke bagian embrionik axis, untuk
membantu proses terjadinya perkecambahan biji. Imbibisi air menyebabkan embrio
di bawah kulit benih akan memproduksi sejumlah kecil hormon (giberelin).
Penyerapan air juga membuat jaringan dalam benih akan terhidrasi membentuk
enzim (termasuk di dalamnya adalah hormon sitokinin dan auksin). Banyaknya air
yang dihisap selama proses imbibisi umumnya kecil, cepat dan tidak boleh lebih
dari 2-3 kali berat kering dari biji. Kemudian biji tampak membesar karena
banyak menampung sumber air yang diterima. Faktor-faktor yang mempengaruhi
terbentuknya imbibisi adalah tekanan, kulit biji, benih dan substratnya.
Semakin kecil tekanan benih dari pada tekanan larutan, maka semakin besar
proses imbibisi. Kulit biji tipis, mengandung substrat yang mudah larut dalam
air dan benih tidak kering, maka air yang diserap akan lebih banyak dan
sebaliknya.
Perkecambahan
dimulai dengan proses penyerapan air ke dalam sel-sel dan proses ini merupakan
proses fisika. Proses penyerapan air pada biji atau imbibisi terjadi melalui
mikropil. Air yang masuk ke dalam kotiledon menyebabkan volumenya bertambah,
sehingga kotiledon membengkak. Pembengkakan tersebut pada akhirnya menyebabkan
pecahnya testa (Sudjadi, 2006).
KESIMPULAN
Dari praktikum ini
dapat diambil kesimpulan bahwa benih hidup dan benih mati dapat saja meakukan
proses imbibisi. Karena faktor yang mempengaruhi proses imbibisi adalah permeabilitas
membran benih, konsentrasi air, tekanan hidrostatik, luas permukaan biji yang
kontak dengan air, varietas, tingkat kemasakan, komposisi kimia dan umur.
DAFTAR PUSTAKA
Asiedu,
E.A., A.A. Powell, T. Stuchbury. 2000. Cowpea
seed coat chemical analysis in relation to storage seed quality. Afric.
Crop Sci. J. 8(3):283-294.
Dhanda
S.S., G.S. Sethi dan R.K. Behl. 2004. Indices
of drought tolerance in wheat genogpes at early stages of plant growth. J.
Agronomy & Crop Science 190: 6-12.
Miao,
Z.H., J.A. Fortune., J. Gallagher. 2001. Anatomical
structure and nutritive value of lupin seed coats. Aust. J. Agric. Res.
52:985-993
Morris,
E.C. 2000. Germination response of seven
east Australian Grevillea species (Proteaceae) to smoke, heat exposure and
scarification. Aust. J. Bot. 48:179-189.
Nugroho,
L.H., Purnomo dan L Sumardi. 2010. Struktur
dan Perkembangan Tumbuhan. Penebar Swadaya. Depok.
Sudjadi
B. 2006. Fisiologi Lingkungan Tanaman.
Gadjah Mada University Press. Yoryakarta
Tjitrosoepoffioo
G. 2009. Morfologi Tumbuhan. Cetakan
ke-17. Gadjah Mada University press. yogyakarta.
Komentar
Posting Komentar